Bahaya Membeli Pakaian Bekas Impor Terhadap Lingkungan
Faktor utama penyebab kerusakan alam adalah aktivitas manusia, termasuk di aktivitas garmen. Munculnya Thrift Shop awalnya bertujuan untuk mengatasi limbah pakaian dan mempromosikan sustainable living.
Tetapi itu hanya rencana awal saja. Banyak limbah pakaian bekas yang akhirnya menjadi sampah di TPA. Dikarenakan harga pakaian bekas atau biasa disebut thrift itu tergolong murah, menjadikan masyarakat yang konsumtif. Membeli pakaian yang memang tidak perlu dan tidak dipakai.
Mengapa Masyarakat begitu antusias? Karena adanya influencer yang menyebarkan video dia sedang membongkar karung berisi ber ton-ton pakaian bekas. Selain karena banyak merk yang memang terkenal dan juga harganya terjangkau, thrift juga menjadi lahan bisnis baru di market pasar. Dan bahayanya, limbah textil ini adalah salah satu limbah yang sulit untuk terurai dan di proses.
Tatang Khalid Mawardi, S.ST,. M. Sn selaku pengajar mata kuliah tekstil di Esmod Jakarta dan Politeknik Kreatif Sembiring mengatakan sampah pakaian bekas impor ini semestinya menjadi perhatian sebagai dampak tren thrifting.
“Semakin banyaknya pakaian bekas masuk ke Indonesia di setiap kota, berarti residunya banyak, kita yang rugi dong. Di satu kota aja bisa mennimbun limbah fesyen pakaian bekas impor, ada berapa banyak residu yang tertimbun dan tidak terkontrol. Alhasil, bukannya menjaga lingkungan, tapi jadi penyumbang limbah fesyen juga,” ujarnya Tatang saat di konfirmasi SWA Online, Senin (27/02/2023)
Tren thrifting, menurut Tatang, sebetulnya berdampak positif pada lingkungan jika pakaian bekas yang dijajakan berasal dari produk lokal. Sehingga dapat mengurangi jumlah limbah fesyen dalam negeri karena pakaian bekas terus bersirkulasi dan memberikan manfaat, meski berganti pengguna.
“Peran pemerintah terhadap jual beli pakaian thrifting sangat diperlukan. Sudah ada payung yang dimiliki mestinya bisa terapkan secara maksimal untuk mengurangi dampak limbah fesyen bekas impor yang semakin tak terkendali,” lanjutnya.
Tidak ada perhitungan pasti berapa banyak limbah fesyen di Indonesia. Namun, earth.org — platform berita dan data lingkungan – baru-baru ini melaporkan, dari 100 miliar helai pakaian yang diproduksi setiap tahun, 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan sampah. Singkatnya, ini setara dengan truk sampah besar penuh pakaian yang berakhir di tempat pembuangan sampah setiap detik. Jika tren ini berlanjut, jumlah limbah fesyen diperkirakan akan melonjak hingga 134 juta ton per tahun pada akhir dekade ini.
Mengingat sejumlah fakta dampak buruk industri tekstil, sudah saatnya masyarakat ikut berpartisipasi menyelamatkan bumi dengan cara bijak dalam berpakaian. Dia membagikan beberapa cara agar pakaian bisa dimanfaatkan secara maksimal dan tidak berakhir menjadi sampah. Caranya dengan membeli pakaian sesuai kebutuhan, hindari perilaku belanja kompulsif sebelum beli cek dulu di lemari apakah sudah punya atau belum. Coba dengan membeli pakaian dengan warna yang sama atau senada agar baju yang dibeli bisa dipadupadankan dengan pakaian yang sudah dimiliki.
No Comment