Kompak, Hampir Semua Masyarakat di Komplek Mitra Dago Memilah Sampah
Rumah Fentiani menjadi bukti pengelolaan sampah bisa dilakukan secara mandiri. Di rumahnya yang asri, terdapat biopori untuk mengelola sampah organik. Fentiani juga menggunakan keranjang takakura untuk mengelola sampah dapur.
Dia mengatakan, pengelolaan sampah di Komplek Mitra Dago secara komunal sudah berlangsung satu tahun terakhir. Sampah organik dikelola dengan berbagai macam metode. Apabila sampah tidak bisa terkelola di kompleks, maka sampah organik dikontribusikan ke rumah maggot yang dikelola DLH.
Ada lima bata terawang dan 29 biopori besar di komplek tersebut untuk mengelola sampah organik. Selain dua metode itu, pengelolaan sampah organik juga dilakukan dengan menebarkan sampah dapur langsung di tanah yang akan dipakai untuk bertanam sayuran.
Di beberapa titik juga terdapat bronjong sebagai tempat mengelola sampah daun.
Masyarakat Komplek Mitra Dago juga mengembangbiakkan maggot untuk menghabiskan sampah organik.
Dengan berbagai metode tersebut, sebanyak 600 kilogram hingga 800 kilogram sampah organik mampu dikelola setiap pekan oleh masyarakat Mitra Dago.
Adapun, sampah anorganik dikumpulkan di penampungan sementara yang dinamakan rumah non-organik, lalu disetorkan ke bank sampah setiap pekan. Pada akhirnya, hanya sampah residu yang dibuang oleh masyarakat Mitra Dago ke tempat pembuangan sementara (TPS) sampah.
Agar masyarakat kompak memilah dan mengelola sampah, pendekatan dilakukan secara edukatif, persuasif dan apresiatif. Metode edukasi dijalankan oleh para agen perubahan yang tersebar di semua RT.
“Agen perubahan akan mengontrol warga mana yang belum benar pilah sampah, terus diedukasi lagi. Misalnya ada temuan di RT 4, maka Pak RT dan agen perubahan di RT tersebut yang edukasi warga bersangkutan,” ujar Fentiani di Komplek Mitra Dago, Jumat (5/4/2024).
Ibu RW 11 Umi Amborowati menuturkan, pada awalnya, masyarakat Komplek Mitra Dago menyangsikan urgensi pengelolaan sampah secara mandiri. Mereka menilai, sampah cukup diangkut oleh petugas kebersihan, lalu dibuang ke TPA.
Ketika terjadi kebarakan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Sarimukti dan masyarakat tidak bisa membuang sampah ke TPA, pola pikir masyarakat berubah. Mereka akhirnya merasa perlu untuk mengelola sampah sendiri. Kebiasaan itu pun bertahan hingga kini sehingga Komplek Taman Dago menjadi bersih dan asri.*
No Comment