Lahan Sempit Bukan Halangan Masyarakat Cicadas Kelola Sampah
Sejak Agustus 2024, masyarakat RW 11 Kelurahan Cicadas mencoba mengelola sampah organik dengan cara dijadikan pakan maggot. Ketua Kawasan Bebas Sampah Kelurahan Cicadas Ayu Kusumawati menuturkan, untuk mewujudkan hal itu bukan perkara mudah, terutama menemukan lahan untuk rumah maggot.
Ayu melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk mendapatkan lahan yang dibutuhkan. Awalnya, dia berencana membangun rumah maggot di sebuah panti asuhan, tetapi rencana itu tidak bisa terwujud.
Ayu kemudian mendekati peternak setempat dengan pikiran bahwa maggot bisa menjadi pakan ternak sehingga kedua belah pihak saling menguntungkan. Namun, niat itu pun tidak disambut oleh peternak.
Akhirnya, Ayu memanfaatkan sebidang lahan sempit yang semula akan dijadikan tempat pembudidayaan tanaman (green house). Lebar lahan hanya 1,8 meter dengan panjang 6 meter.
Lokasi lahan berdampingan langsung dengan rumah warga. Awalnya masyarakat merasa terganggu dengan kehadiran rumah maggot karena menimbulkan bau tak sedap.
“Kompleksitas sosial luar biasa. Ada warga yang tidak setuju (dengan adanya rumah maggot),” kata Ayu di rumah maggot Kelurahan Cicadas, Kamis (15/2/2024).
Untuk meredakan komplain dari warga, Ayu menampung pendapat warga terkait upaya meminimalisir bau tak sedap dari rumah maggot. Dia dan aparat Kelurahan Cicadas kemudian memasang terpal plastik di semua sisi rumah maggot agar aroma dari rumah maggot tak terlalu tercium ke luar.
Selain itu, dua kali sehari, Ayu menyiramkan cairan M4 di rumah maggot. Alhasil, bau tak sedap berkurang.
Dengan segala upaya itu, masyarakat RW 11 mulai menerima kehadiran rumah maggot. Hal itu tampak dari volume sampah organik yang diolah di rumah maggot semakin bertambah, mulai dari 1,4 ton per hari menjadi 1,8 ton per hari. Sampah organik yang sudah dipilah warga diangkut oleh tim gorong-gorong dan kebersihan (Gober) Cicadas kemudian dibawa ke rumah maggot.
Bahkan, langkah membangun rumah maggot diikuti masyarakat RW lain, seperti RW 15.
Salah seorang warga yang rumahnya tepat berada di depan rumah maggot Dini Sutresnawati mengatakan, pada saat tertentu, bau tak sedap dari rumah maggot tercium hingga ke rumahnya. Meski demikian, dia merasakan manfaat akan keberadaan rumah maggot.
Dini bisa membawa sampah organiknya ke rumah maggot. Dia juga mendapat kasgot atau sisa pakan maggot untuk pupuk tanamannya.
Dini berharap, dibuatkan cerobong di atas rumah maggot agar aroma tak sedap dari rumah maggot tak langsung berhembus ke depan rumahnya.
Malabox
Berhasil menjalankan rumah maggot, Kelurahan Cicadas selanjutnya akan menerapkan pola pengelolaan sampah yang disebut “malaboks” atau maggot dalam boks. Cara yang satu ini juga merupakan jurus jitu mengelola sampah di lahan terbatas.
Lurah Cicadas Tjakra Irawan mengatakan, pihak kelurahan akan membagikan satu boks berisi maggot kepada warga. Dengan demikian, warga bisa mandiri mengelola sampah organik di rumah. Boks akan dilengkapi jaring untuk menghindari maggot keluar dari boks.
“Sampah diolah sedekat mungkin dengan sumber sampah sehingga tidak jadi masalah baunya. Warga kalau punya sisa makanan, langsung kasih ke maggot, besoknya sampah sudah habis,” ucap Cakra.
Maggot yang akan dibagikan kepada masyarakat berada pada fase larva. Ketika kemudian maggot berkembang biak menjadi pupa, maka maggot akan dikembalikan ke rumah maggot untuk berkembangbiak menjadi lalat. Selanjutnya, masyarakat akan dibagikan lagi larva maggot untuk mengelola sampah organik.
Sudah ada beberapa masyarakat yang berminat menjalankan pengelolaan sampah dengan “malabox”. Selain menggunakan maggot, pengelolaan sampah di Cicadas juga dilakukan warga dengan cara mengompos dengan menggunakan ember. Kemudian, kompos akan dimanfaatkan untuk tanaman. Dengan begitu, sampah semakin terkelola dan lingkungan di Cicadas bertambah bersih.*
No Comment