Masyarakat Mampu Kelola Sampah Organik Secara Mandiri Berkat “Panik”

Saat berjalan-jalan di perumahan atau pemukiman di Neglasari, jangan heran apabila melihat banyak paralon tertancap di halaman rumah warga. Jumlah paralon di setiap rumah beragam, antara satu hingga empat unit.
Warga membuang sampah organiknya ke dalam paralon tersebut. Tanpa perlu tindakan khusus, sampah organik akan membusuk di dalam tanah.
Seorang anggota program Kang Pisman (kurangi, pisahkan, manfaatkan sampah) Kelurahan Neglasari, Wida mengatakan, program kampung “Panik” dimulai setahun lalu saat tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti kebakaran. Pihak kelurahan ingin sampah organik dapat diolah sendiri oleh masyarakat sehingga tidak perlu dibuang ke TPA.
Kemudian, pihak kelurahan membagikan paralon kepada masyarakat yang memiliki halaman. Sudah 120 paralon dibagikan kepada masyarakat untuk mengelola sampah organik.
Sebanyak 30 persen sampah organik masyarakat Kelurahan Neglasari dikelola dalam paralon di halaman rumah. Sementara, 70 persen lainnya dikelola dengan metode lain, seperti bata terawang dan pakan maggot.
Lurah Neglasari Indra Bayu Kamajaya mengatakan, metode pengelolaan sampah organik dalam paralon dipilih karena cukup praktis. Tidak ada perlakuan khusus terhadap sampah di dalam paralon. Bagian atas paralon ditutup dengan penutup membuat bau sampah tidak tercium ke luar.
Anggota Kang Pisman rutin mengontrol paralon di halaman rumah warga.
Salah satu warga yang mengelola sampah organik dengan menggunakan paralon adalah Nina. Ketua RT 2 RW 7 tersebut memasukkan sampah sisa bahan makanan ke dalam paralon.
Menurut dia, pengelolaan sampah dalam paralon sangat berguna.
“Mengurangi sampah dapur karena sampah organik tidak tiap hari diangkut oleh petugas,” ucap Nina di Kelurahan Neglasari, Senin (7/10/2024).
Selain itu, dia melihat perkembangan tanaman di samping paralon yang telah terisi sampah organik sangat baik meskipun kondisi tanah kurang subur.*
No Comment