Patut Dicontoh, Desa Cangkuang Wetan Mampu Kelola Sampah Secara Mandiri
Dengan begitu, tak ada sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau ke sungai. Proses pengolahan sampah di Desa Cangkuang Wetan dilakukan antara aparat desa bekerja sama dengan Tim Satgas Citarum Harum Sektor 7.
Komandan Sektor 7 Satgas Citarum Harum Kolonel Caj (K) Nurjanah Suat mengatakan, penyebab terbesar pencemaran Sungai Citarum di Sektor 7 adalah sampah. Sampah organik dan nonorganik di Sektor 7 berasal dari pasar, hotel, restoran dan pemilik usaha kecil menengah.
Melihat tingginya urgensi penanganan sampah, Sektor 7 menggandeng pihak ketiga untuk menyediakan Motah. Kehadiran Motah telah membantu banyak masalah sampah. Empat tempat pembuangan sementara (TPS) sampah yang beroperasi liar ditutup sejak adanya insinerator.
“Cangkuang Wetan juga tidak lagi menyumbang sampah ke TPA Sarimukti,” kata Nurjanah ditemui di Kantor Desa Cangkuang Wetan, Rabu (27/9/2023).
Permasalahan sampah bisa diatasi berkat canggihnya Motah. Dalam satu jam, Motah bisa membakar satu ton sampah. Volume sampah yang dibakar minimal 15 ton dalam sehari.
Siang itu, Nurjanah memperlihatkan insinerator kepada beberapa pihak dari Cilegon, Banten, yang ingin mempelajari cara kerja alat itu. Dari atas cerobong keluar asap yang warnanya tidak lagi hitam, melainkan putih. Asap pun tidak berbau menyengat.
Berdasarkan hasil UPTD Laboratorium Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung, gas yang keluar dari insinerator tidak melebihi baku mutu.
Abu hasil pembakaran dicampus dengan Bios44 sehingga menjadi pupuk. Dengan begitu, sampah benar-benar diolah hingga tidak ada yang terbuang ke TPA.
20 jam beroperasi
Kepala Desa Cangkuang Wetan Asep Kusmiadi menambahkan, sudah 2.000 kepala keluarga dari beberapa rukun warga yang memanfaatkan insinerator Motah. Setiap hari, tak kurang dari 10 ton sampah dibakar di dalam Motah, baik sampah dari rumah tangga dan dua perusahaan.
“Motah beroperasi hampir 20 jam setiap hari. Petugas operatornya dibagi shift pagi, siang, malam,” ujar Asep.
Sampah yang dibakar di Motah adalah sampah yang tidak bernilai ekonomis atau disebut residu sampah. Warga memisahkan antara sampah yang dibuang ke insinerator dengan sampah yang bisa didaur ulang sejak dari rumah. Pihak rukun tetangga pun membantu warga dalam pemilahan sampah.
Sampah yang bernilai ekonomis, seperti plastik dan besi, kemudian dijual ke pengepul sampah. Sementara, sampah yang tidak bernilai ekonomis dibakar dalam insinerator.
Kesadaran masyarakat mengolah sampah muncul berkat upaya edukasi aparat desa secara terus-menerus. “Saya kasih pemahaman bahwa memilih sampah itu ibadah. Setiap jiwa punya tanggung jawab jaga lingkungan, saya sampaikan saat tarling, pengajian,” ucap Asep.
Pengelolaan sampah di Desa Cangkuang Wetan juga telah membuka lapangan kerja bagi warga. Dikatakan Asep, sebanyak 15 warga dipekerjakan untuk mengolah sampah di tempat pengolahan sampah yang memanfaatkan lahan milik pemerintah desa. Dengan demikian, sampah bukan menjadi masalah, malah memberikan banyak manfaat kepada masyarakat.*
No Comment