Pengajian hingga Arisan di Komplek Ini Terapkan Gaya Hidup Minim Sampah

Awalnya, gaya hidup minim sampah dilakukan beberapa individu. Namun, sejak kebakaran tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti, semakin banyak warga yang melaksanakan gaya hidup minim sampah. Salah satu tindakannya yakni mengurangi penggunaan plastik.
Seorang warga, Fentiani, selalu membawa wadah makan dan minum sendiri untuk mewadahi makanan dan minuman dari luar rumah. Termasuk, saat membeli ikan, buah dan sayur.
Dia pun kerap membawa tas belanja dari kain sebagai pengganti kantong keresek. Kebiasaan lain yang dilakukan Fentiani yaitu menggunakan sapu tangan sendiri sebagai pengganti tisu.
Selain Fentiani, ada Lidya Ambrisiani yang menerapkan gaya hidup minim sampah. Dia memilih menggunakan kain kecil sebagai pengganti kapas untuk menghapus riasan di wajah. Kain tersebut bisa dicuci sehingga bisa digunakan kembali. Sejak tiga tahun terakhir, Lidya juga telah mengganti pembalut wanita dengan menstrual cup.
Sama seperti Fentiani, untuk mewadahi makanan dan minuman yang dibeli, Lidya menggunakan tempat makan dan minum sendiri.
Selain kegiatan individu, gaya hidup minim sampah juga dilakukan pada kegiatan kelompok, seperti arisan. Tidak ada gelas dan botol plastik saat arisan. Setiap warga diwajibkan membawa tempat makan dan tempat minum sendiri.
Saat pengajian pun, warga membawa tempat makan dan tempat minum sendiri. “Apabila pengajian di masjid bersifat untuk umum, maka akan diberi pengumuman kepada warga luar komplek untuk bawa tempat minum sendiri,” kata Ibu Umi selaku Ibu RW di Komplek Mitra Dago Parahyangan, Antapani, Jumat (5/4/2024).
Untuk memudahkan masyarakat menerapkan gaya hidup minim sampah, barang-barang penunjang gaya hidup minim sampah dibuat oleh beberapa warga, kemudian dijual lagi kepada warga. Contohnya, sapu tangan, wadah buah, dan wadah camilan.
Peduli lingkungan
Masyarakat Komplek Mitra Dago terdorong menjaga kondisi lingkungan sehingga menerapkan gaya hidup minim sampah. Dikatakan Fentiani, dampak sampah akan dirasakan oleh manusia sendiri, seperti suhu bumi yang semakin panas.
“Mau sampai kapan bumi semakin panas? Salah satu penyumbang pemanasan global itu sampah,” ucap Fentiani.
Manusia seharusnya tidak sekadar mengeluh tentang semakin panasnya suhu bumi. Namun, perlu melakukan tindakan nyata untuk menurunkan suhu bumi dengan gaya hidup minim sampah. Dengan demikian, generasi-generasi selanjutnya bisa menikmati kondisi bumi yang baik.*
No Comment