Insinerator Selamatkan Warga dari Masalah Sampah
Disebut ramah lingkungan karena asap yang dihasilkan dari insinerator berada di bawah baku mutu berdasarkan hasil Laboratorium Pengendalian Kualitas Lingkungan Perumda Tirtawening Kota Bandung. Penggagas pembuatan insinerator Yosep Barkah Ibrahim mencontohkan, gas Sulfur Dioksida yang dihasilkan dari pembakaran sebesar 23 mg/Nm3 atau dibawah baku mutu pada level 120 mg/Nm3. Sementara, gas Nitrogen Oksida yang dihasilkan dari insinerator sebanyak 186,82 mg/Nm3. Adapun, baku mutu gas tersebut sebesar 210 mg/Nm3. Gas-gas lain yang dihasilkan dari insinerator, seperti Merkuri, Hidrogen Klorida, Karbon Monoksida, dan Hidrogen Fluorida, juga menunjukkan hasil dibawah baku mutu.
Niat Yosep dan warga Kampung Nangka membuat insinerator didorong oleh peristiwa longsor di TPA Leuwigajah pada 2005. Sebelum membuat insinerator, Yosep mencoba sejumlah cara untuk mengatasi masalah sampah, seperti mendaur ulang sampah menjadi barang rumah tangga dan kompos. Namun, menurut dia, nilai jual sampah daur ulang relatif kecil.
Oleh karena itu, dia memutuskan untuk membuat insinerator untuk membakar sampah sebagai solusi pembuangan sampah di Kampung Nangka. Yosep pun melakukan riset secara otodidak untuk membuat insinerator, mulai dari bertanya kepada pakar hingga membaca sumber bacaan dan menonton video di internet.
Hasilnya, sejak tiga bulan lalu, warga Kampung Nangka memiliki insinerator setinggi 8 meter. Sekali pembakaran, ucap Yosep, sebanyak 6 kuintal sampah bisa dibakar dalam insinerator selama kurun waktu waktu setengah hari. Pembakaran sampah dilakukan dua hari sekali pada malam hari.
Sampah yang dibakar tak hanya berasal dari rumah warga, tetapi juga dari ruko dan pasar sekitar kampung. Dikatakan Yosep, sampah yang masuk ke insinerator berupa sampah organik dan nonorganik.
“Dulu di sini sampah menggunung. Setelah ada alat bakar, tidak ada sampah,” ujar Yosep saat ditemui di Kampung Nangka, Selasa (26/9/2023).
Beragam
Yosep membuat insinerator dari beragam bahan baku. Insinerator terbesar sepanjang 8 meter dibuat dari batu bata. Dia juga membuat insinerator dari bahan drum dan besi.
Untuk insinerator berbahan drum dan besi, dalam sekali proses pembakaran bisa membakar 70 kilogram hingga 100 kilogram sampah per jam.
Insinerator buatan Yosep memiliki kelebihan karena tidak menggunakan listrik maupun bahan bakar minyak. Dengan demikian, operator alat tersebut bisa lebih mudah mengoperasionalkan insinerator.
Sebagai alternatif, Yosep menerapkan hukum fisika termodinamika pada badan insinerator. Yosep juga menggunakan keramik fiber yang berfungsi mengkonsentrasikan panas di dalam insinerator. Dengan strategi itu, suhu yang dihasilkan insinerator diantara 500 hingga 1.000 derajat celsius.
Insinerator buatan Yosep tak hanya berfungsi mengatasi masalah sampah, abu hasil pembakaran sampah juga bisa digunakan untuk bahan tanam tanaman. Kapur dolomit dalam abu dapat membuat tanaman gampang berbunga.
Warga sekitar merasa terbantu dengan insinerator buatan Yosep. Salah seorang warga, Cucu Nengsih menilai, asap yang dihasilkan dari insinerator lebih kecil dibandingkan dengan asap pembakaran sampah tanpa insinerator. “Kalau sampah dibakar di tempat terbuka bahaya. Kalau pakai alat, ada tempatnya tertutup sehingga tidak terlalu bahaya,” ucap Cucu.*
No Comment