Peranan Oxbow Terhadap Pengelolaan Sampah di Bandung Raya

Citarum Harum, Kota Bandung – Baru-baru ini aksi dari Pandawara kembali menyita perhatian. Bersama Satgas Citarum Sektor 8 dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, mereka berkolaborasi melakukan pembersihan di sepanjang Oxbow Cicukang pada, Jum’at (25/1/2025) lalu.
Sebanyak 400 meter sampah menumpuk di permukaan air dan dasar oxbow, ini menjadi alasan kenapa aksi ini menyita perhatian banyak pihak. Pemandangan memilukan ini menjadi pengingat bahwa masih banyak tantangan dalam menjaga lingkungan di Bandung Raya.
Lalu, bagaimana sebenarnya Oxbow bekerja, dan apa yang bisa kita lakukan untuk menjaganya? Yuk, kita bahas lebih dalam sob.
Bagi sobat yang belum tahu, secara umum oxbow merupakan danau atau cekungan berbentuk tapal kuda yang terbentuk dari perubahan aliran sungai. Jika secara alami, oxbow terbentuk ketika aliran sungai lama terputus akibat sedimentasi, menciptakan area genangan air yang terisolasi dari arus utama.
Kini, konsep oxbow juga direplikasi secara buatan untuk tujuan konservasi dan pengelolaan lingkungan, terutama di daerah perkotaan seperti Kota Bandung. Dengan fungsinya yang multifungsi, oxbow tidak hanya menjadi fitur alami yang menarik, tetapi juga memiliki manfaat besar dalam pengelolaan air.
Selain itu, beberapa oxbow juga terintegrasi dengan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) seperti TPST RDF Cicukang Oxbow, yang mengolah sampah menjadi bahan bakar, sekaligus mengubah paradigma pengelolaan sampah menjadi kumpul-angkut-olah.
Beberapa oxbow juga sedang tahap revitalisasi agar bermanfaat bagi masyarakat, salah satunya untuk budidaya ikan dan mengairi sawah. Seperti pada oxbow wilayah Satgas Citarum Harum Sektor 6, yakni oxbow Sapan di Desa Wargamekar dan Oxbow Haur Cucuk 1 di Desa Tegalluar.
Hingga kini Pemerintah Daerah Kota Bandung telah membangun beberapa oxbow sebagai bagian dari strategi pengelolaan lingkungan. Meliputi Oxbow Cicukang (Desa Mekarrahayu), Oxbow Sapan (Desa Wargamekar), Oxbow Haur Cucuk 1 (Desa Tegalluar), Oxbow Haur Cucuk dan Jelekong (Desa Sumbersari), Oxbow Rancamanyar, dan masih banyak lainnya.
Dari banyaknya oxbow yang sudah dibangun, ada salah satu oxbow yang menarik karena didukung dengan fasilitas memadai, yakni Oxbow Cicukang. TPST ini menggunakan teknologi Refused Derived Fuel (RDF) atau insinerator untuk pengolahan sampah.
Teknologi ini dapat mengolah 15 ton sampah per hari. Luhut Binsar Pandjaitan bahkan memuji pengolahan sampah di TPST Oxbow Cicukang karena berstandar bagus, dengan kemampuan mengolah 1 ton sampah per jam. Sehingga TPST ini diharapkan dapat mengurangi pembuangan sampah ke Sungai Citarum.
Meski begitu, pemerintah menghadapi beberapa tantangan dalam pengelolaan oxbow di wilayah Bandung Raya, terutama dalam hal penanganan sampah. Salah satu tantangannya mengatasi volume sampah yang sangat besar, seperti yang terjadi di Oxbow Cicukang, di mana ratusan ton sampah kiriman dari berbagai wilayah Bandung Raya menumpuk.
Keberhasilan pelestarian oxbow di Kota Bandung tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga memerlukan peran aktif masyarakat. Kesadaran warga dalam menjaga kebersihan lingkungan menjadi faktor kunci dalam mengoptimalkan fungsi oxbow sebagai area resapan air dan manfaat lainnya bagi warga.
Lebih dari itu, dengan menjadikan oxbow sebagai tempat wisata edukatif, warga tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga turut serta dalam menjaga kelestariannya. Dengan keterlibatan aktif dari semua pihak, oxbow di Kota Bandung dapat terus berfungsi sebagai solusi hijau yang berkelanjutan untuk lingkungan perkotaan.
Kesimpulannya, oxbow di Kota Bandung memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi dampak lingkungan di perkotaan. Dengan dukungan pemerintah serta keterlibatan masyarakat, oxbow dapat menjadi solusi jangka panjang dalam menghadapi tantangan lingkungan.
No Comment