Meski demikian, pihaknya tetap berperan dalam mengurangi sedimen agar tidak mengganggu keberlangsungan waduk.
“Dengan pemeliharaan dan pencegahan perubahan tataguna lahan di hulu, penghijauan dan pembuatan check dam penahan sedimen,”ucapnya, Senin (20/12/2021).
Menurut dia, untuk mewujudkan hal tersebut pihaknya berkolaborasi dengan pemerintah daerah setempat terkait pengendalian tata ruang. Di antaranya bersama Dinas Perumahan dan Pemukiman, kehutanan dan pertanian.
“Selain infrastruktur, BBWS juga melakukan penataan kawasan dan penghijuan sekitar sumber air seperti sungai, embung, situ dan lainnya,”ujarnya.
Ketika ditanya mengenai banyaknya praktik pertanian di hulu dan bantaran sungai memicu sedimentasi, Bastari menegaskan BBWS tidak mempunyai kewenangan untuk melarang aktivitas warga. Hal itu merupakan kewenangan pemerintah daerah yang saat ini terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait pemanfaatan lahan.
“Kita harus punya solusi untuk keberlangsungan hidup mereka. Mungkin dengan sosialisasi dan mengenalkan cara-cara pertanian yang lebih baik,”ujarnya.
Sebelumnya,Kelompok Kerja Penanganan Lahan Kritis PPK Satgas Citarum Harum telah melakukan revisi Rencana Aksi untuk 2021-2025. Hal tersebut telat tertuang dalam dokumen yang tertuang dalam Pergub Nomor 37 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2019 Tentang Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum Tahun 2019 – 2025.
Ketua Pokja Penanganan Lahan Kritis Epi Kustiawan mengatakan, luas lahan kritis dan sangat kritis di DAS Citarum itu 77.024 ha dalam hutan 15.665,87 ha dan luas kawasan hutan 61.359,12 ha.
“Hingga saat ini, perkembangan kegiatan penanganan lahan kritis di wilayah DAS Citarum tahun 2021 triwulan II sudah mulai terasa,”kata dia, Sabtu (28/8/2021).
Untuk di dalam kawasan hutan, kata dia,kegiatan reboisasi dalam kawasan yaitu dengan penanaman 678 ha laan dengan progres penanaman baru 30 persen. Sementara reboisasi dalam kawasan pemeliharaan seluas 5.794 ha dengan progres baru 30 persen.
“Di luar kawasan hutan, kami melakukan pembuatan agroforestry pembuatan persemaian seluas 2.771 ha yang saat ini tengah persiapan lapangan,”kata dia.
Kemudian, Gerakan Tanam dan Pelihara Pohon (GTPP) sebanyak 1.600.000 pohon yang masih persiapan lapangan. Penanaman Pembuatan Dam Penahan sebanyak 10 unit yang juga masih persiapan lapangan. Pembuatan Gulyplug sebanyak 73 unit yang masih persiapan lapangan.
“Lainnya, Usaha Pelestarian Sumberdaya Alam atau UPSA seluas 114 Ha yang masih persiapan lapangan. Kebun Bibit Desa (KBD) sebanyak 1 unit 100 persen siap tanam,”ujarnya.
Pihaknya pun melakukan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (DPI) dengan tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan (Bibit Kopi) untuk 15.000 pohon yang masih CPCL, Pengembangan Inovasi Teknologi Konservasi Lahan Berbasis Tanaman Hortikultura (Teras Bangku) 97 ha dan masih CPCL.
“Terakhir penanaman Astrazeneka 2,300.000 pohon. Saat ini tengah sosialisasi program, pendataan petani, pembuatan persemaian,”ucapnya.
Epi pun mengungkapkan masalah yang dihadapi Pokja Penanganan Lahan kritis mulai dari okupasi lahan, alih komoditi dan fungsi lahan, pola pengolahan tanah, kepemilikan lahan dan perilaku masyarakat.
Solusinya, Pemanfaatan dana CSR dalam penanganan Lahan Kritis. Pengalokasian penggunaan dana desa untuk pemulihandan fungsi lingkungan Citarum dengan pola Agroforestry pada lahan Dinas dan lahan carik desa. Penerapan konservasi tanah dan air pada aktivitas pengolahan pertanian untuk mengurangi laju erosi yang terjadi.
“Mengalokasikan sebagian dana bantuan bank dunia dapat dialokasikan untuk penanganan lahan kritis luar kawasanhutan dalam menangani lahan kritis di luar kawasan hutan harus lebih banyak menggunakan local wisdom: urus lembur, panceg dina galur, akur jeung dulur,”ucapnya.
Dia menambahkan, perlu ada intervensi dari Pemerintah Pusat untuk lagan kritis di luar Kawasan yaitu diperlukan edaran dari Kemenko/Gubernur agar para perusahaan-perusahaan PMDN, PMA dan BUMN untuk berpartisipasi melalui CSR dengan pola Agroforestry. Kedua, diperlukan surat edaran dari Kemendes/Gubernur agar dana desa dapat dialokasikan untuk kegiatan RHL dengan pola Agroforestry.
Ketiga, BBWS Citarum agar mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Bangunan Konservasi Tanah dan Air (Gully Plug, DAM Penahan, . DAM Pengendali, Embung) untuk mengurangi sedimentasi.(*)
No Comment