Disperkim Jabar Siapkan Program Peningkatan Akses Air Limbah Domestik
BANDUNG-Sebanyak 648.603 KK Penduduk di sepanjang DAS Citarum masih melakukan buang air besar sembarangan (BABS) yang tersebar di 795 desa. Sisanya 2.865.946 KK Penduduk Bebas BABS tersebar di 448 desa.
Pokja Penanganan Limbah Domestik PPK DAS Citarum pada tahun 2019 dan 2020, capaian pelaksanaan renaksi sudah sesuai dengan target akumulatif sebesar 2,31 % di tahun 2020, karena target sudah disesuaikan dengan refocussing anggaran akibat penanganan pandemi Covid-19 Jawa Barat. Sebanyak 8.200 Kepala Keluarga telah diintervensi selama 2020 sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 6.790 KK. Adapun target 2021 yaitu sebanyak 125.390 KK.
Lucky R. Sumanang, Kepala Bidang Infrastruktur Permukiman Dinas Perumahan Dan Permukiman Provinsi Jawa Barat mengatakan, sebagai bentuk pelayanan terhadap peningkatan akses masyarakat terhadap air limbah domestik, Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat juga merencanakan program peningkatan akses air limbah domestik melalui mekanisme bantuan keuangan dan hibah kepada masyarakat sesuai peraturan yang berlaku.
Adapun program yang direncanakan untuk dapat meningkatkan akses layak ialah berupa pembangunan tangki septik individual, tangki septik komunal serta IPAL komunal dengan asumsi total kebutuhan anggaran sebesar Rp 2,06 triliun hingga tahun 2023.
“Di dalamnya mencakup untuk menangani masyarakat yang masih BABS di DAS Citarum,”ujar Lucky, Senin (15/2/2021).
Untuk peningkatan akses aman dilakukan melalui pendekatan pemberian bantuan keuangan kepada Kabupaten/Kota berupa pembangunan dan pengembangan IPLT, penambahan alat sedot tinja serta pembangunan dan pengembangan IPAL skala perkotaan dengan asumsi kebutuhan anggaran sebesar Rp 3,5 triliun hingga tahun 2023.
“Dalam mengurangi praktek BABS yang masih terjadi di masyarakat, dibutuhkan juga peningkatan kesadaran masyarakat melalui perubahan perilaku. Mengingat hal tersebut, dibutuhkan kolaborasi khususnya dengan Dinas Kesehatan melalui kegiatan pemicuan,”ujar dia.
Diakui dia, selama ini, sumber pembiayaan itu begitu banyak dan beragam mulai dari anggaran masing-masing sesuai kewenangan, juga anggaran bantuan dari pemerintah atau provinsi untuk kabupaten/kota. Yang sering menjadi masalah adalah, efektifitas anggaran bantuan ini yang disebabkan selain karena ketidakmampuan aparat daerah, melainkan juga pengawalan program sejak dari perencanaan maupun pengusulan proposal yang kurang kurang layak.
“Kondisi masih ada masyarakat BABS, menjadi kendala sekaligus tantangan bagaimana pembangunan sanitasi tak lagi bisa ditunda. Kepedulian terhadap sanitasi harus segera ditindaklanjuti secara konkrit melalui komitmen terhadap segala upaya untuk peningkatan pelayanan sanitasi,”ucapnya.
Hambatan dan kendala tersbut, tambah Lucky, perlu dihadapi oleh seluruh pemangku kepentingan sanitasi di Jawa Barat. Dalam pendekatan peningkatan layanan sanitasi dengan strategi total football ini, semua unsur komponen atau pemain terlibat dalam sebuah “tim pentahelix” yang menjadi andalan perubahan yang digagas Gubernur Jabar.(*)
No Comment