Blog

DLH Dukung Pelaporan Penghapusan dan Penyimpanan Alkes Bermerkuri Secara Aman

KOTA BANDUNG – Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes No. 41 Tahun 2019 tentang penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri di fasilitas pelayanan kesehatan.

Dinas Lingkungan Hidup Jabar turut mendukung Permenkes tersebut. Dikutip dari akun instagram resmi DLH Jabar, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Resmiani telah menghadiri undangan Dinas Kesehatan Kota Bandung, terkait pertemuan lintas sektor dalam penanggulangan limbah bermerkuri khusunya pada alat kesehatan, Selasa (14/6/2022).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 41 Tahun 2019, penggunaan alat kesehatan bermerkuri seperti termometer, tensimeter, dan dental amalgam harus dihentikan dan dilakukan penarikan dengan target penghapusan tahun 2020 sebesar 100%.

Melalui pertemuan tersebut diharapkan fasyankes dapat melakukan pelaporan penghapusan alkes bermerkuri dan melakukan penyimpanan alkes bermerkuri secara aman sesuai ketentuan yang berlaku.

Adapun poin yang dimuat pada Permenkes tersebut tertuang, dalam rangka tersedianya alat kesehatan yang aman, bermanfaat, bermutu, dan terjangkau serta terciptanya lingkungan hidup yang sehat, bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Menarik seluruh alat kesehatan yang mengandung merkuri yang masih ada di peredaran (penyedia alat kesehatan, toko alat kesehatan, dan apotek).

2. Alat kesehatan yang telah ditarik tersebut disimpan sementara di gudang penyimpanan alat kesehatan masing-masing pada area penyimpanan khusus dan diberi tanda sebagai alat kesehatan yang ditarik.

3.Dilakukan pemusnahan terhadap alat kesehatan yang mengandung merkuri tersebut sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau melakukan reekspor.

4. Melaporkan kegiatan penarikan dan pemusnahan alat kesehatan yang mengandung merkuri kepada Menteri Kesehatan melalui Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Sementara itu, dikutip dari ppid.menlhk.go.id, merkuri adalah unsur kimia dan merupakan logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup. Unsur tersebut banyak ditemukan di sekitar kita, mulai dari peralatan sehari-hari, produk kecantikan, bahkan dalam sejumlah kasus terdapat pada makanan.

Untuk mengkampanyekan bahaya merkuri dan langkah-langkah pencegahannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP), menggelar diskusi “Waspada Merkuri,” yang digelar secara daring, di Jakarta, Selasa (21/12/2021).

Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, dalam pemaparannya menyebutkan bahwa merkuri berasal dari berbagai macam sumber, mulai dari emisi ulang hingga aktivitas manusia seperti Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), produksi besi serta limbah peralatan merkuri. Unsur tersebut, berpotensi meracuni masyarakat, dan mengganggu kesehatan.

“Merkuri yang dilepaskan ke lingkungan dari sumber alami dan aktivitas manusia, dapat memasuki media lingkungan. Senyawa tersebut akan tetap berada dalam siklus merkuri di lingkungan yakni air, udara dan tanah, sampai benar-benar terbuang dari sistem melalui penguburan di sedimen laut dalam atau sedimen danau, dan melalui penjebakan atau entrapment ke dalam senyawa mineral stabil,” ujar Rosa Vivien Ratnawati.

Vivien mengatakan, bahwa merkuri juga bisa meracuni sumber pangan. Pencemaran tersebut bisa terjadi antara lain jika ada ladang padi yang lokasinya tidak jauh dari aktivitas PESK yang menggunakan unsur merkuri. Selain itu, ikan yang hidup di ekosistem yang tercemar merkuri juga bisa tercemar.

“Dampaknya terhadap kesehatan bisa menyebabkan kerusakan paru-paru, gangguan pencernaan, kerusakan ginjal, kerusakan sistem saraf pusat, cacat mental, kebutaan, kerusakan otak hingga gangguan pertumbuhan pada anak,” ucapnya.

Ditegaskan Vivien, pemerintah tidak tinggal diam atas pencemaran merkuri. Dari sisi regulasi, upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri. Selain itu pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2019 Tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri, serta penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kesehatan (LHK) Nomor 15 tahun 2019, tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal Pemanfaatan teknologi High Efficiency and Low Emissions (HELE).

“Upaya Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Indonesia di bidang manufaktur antara lain adalah Pengurangan penggunaan merkuri pada proses produksi baterai dan produksi lampu, pengawasan dan penindakan kosmetik ilegal, serta monitoring dan evaluasi emisi merkuri di industri,” katanya.

Di tingkat internasional, pemerintah ikut berpartisipasi dalam Conference of the Parties atau pertemuan ke – 4 konferensi Para Pihak (COP-4) Konvensi Minamata Mengenai Merkuri. Tahun 2021, Indonesia menjadi Tuan Rumah pelaksanaan Pertemuan COP-4, dengan Direktur Jenderal PSLB3 KLHK sebagai Presiden COP-4.

Rencananya, pertemuan tersebut akan digelar tahun depan di Bali, dengan dihadiri sekitar 1.000 orang yang antara lain adalah delegasi negara anggota konvensi, perwakilan industri dan asosiasi, perwakilan dari United Nations (UN) hingga akademisi.

Vivien mengingatkan, bahwa upaya pemerintah akan lebih efektif jika dibantu oleh partisipasi masyarakat. Kesadaran dan partisipasi masyarakat, dapat membantu upaya pemerintah untuk mengurangi potensi pencemaran merkuri, sehingga dapat melindungi generasi mendatang.

“Kita wajib melindungi generasi dan lingkungan hidup masa depan dari ancaman bahaya merkuri,” kata Rosa Vivien Ratnawati.
**

No Comment

No Comments

Post a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.