Blog

Hari Hutan Sedunia, Hari Air Sedunia, Hari Meteorologi Sedunia dan Budaya Seremonial Pada Maret

KOTA BANDUNG – Anggota Tim Ahli Satgas Citarum Supardiyono Sobirin tiga agenda peringatan hari lingkungan dalam Maret ini harus jadi bahan peringatan dan juga momentum evaluasi sejauh mana kontribusi positif yang telah diberikan guna menlestarikan dan memperbaiki ketiga elemen tersebut.

Untuk diketahui dalam agenda peringatan hari-hari lingkungan, pada bulan Maret terdapat tiga hari peringatan yang istimewa, selain berurutan juga saling terkait satu sama lain, yaitu tanggal 21 Maret sebagai Hari Hutan Sedunia (World Forest Day), tanggal 22 Maret sebagai Hari Air Sedunia (World Water Day), dan tanggal 23 Maret sebagai Hari Meteorologi Sedunia (World Meteorological Day).
Pada tahun 2022, tema Hari Hutan Dunia adalah “Hutan adalah Sumber Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan”, sedangkan tema Hari Air Dunia adalah: “Air Tanah, Sesuatu yang Tak Terlihat, untuk Menjadi Perhatian”, kemudian Tema Hari Meterorologi Dunia adalah: “Peringatan Dini dan Tindakan Dini, serta Menyoroti Pentingnya Informasi Hidrometeorologi dan Iklim, untuk Pengurangan Risiko Bencana”.
“Peringatan hari-hari lingkungan pada bulan Maret ini selalu menyibukkan masyarakat dengan acara-acara yang hanya sekejap, sudah itu lupa lagi. Padahal seharusnya hari-hari peringatan tersebut dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menggali kesadaran yang berkelanjutan tentang hutan, air, cuaca, dan iklim. No forest, no water, no future; tidak ada hutan, tidak ada air, tidak ada masa depan; leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak,” ujarnya Rabu (23/3/2022).

Budaya Seremonial versus Kontrak Ekologis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti budaya adalah (1) pikiran; akal budi, (2) adat istiadat, (3) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, (4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Sementara seremonial adalah bersifat upacara atau bersifat seremoni.

“Bila peringatan hari-hari lingkungan hanya merupakan budaya seremonial saja, maka maknanya cenderung hanya menjadi kebiasaan yang lebih mementingkan upacaranya, ketimbang makna kesadaran lingkungannya,” ucap Sobirin.

Menurut dia, memelihara hutan, baik berupa hutan alam maupun hutan buatan di dalam DAS sudah merupakan suatu keharusan dan bukan kemewahan, karena hutan dapat mendaur ulang hujan, menangkap air hujan, menyimpan air hujan dalam tanah, mengendalikan air permukaan, serta dapat mencegah banjir, erosi dan tanah longsor.

Namun faktanya, kata dia, hingga saat ini masih tetap rutin timbul tiga masalah klasik, yaitu di musim hujan air sangat banyak menjadi bencana banjir (too much floods), di musim kemarau air sangat sedikit menjadi bencana kekeringan (too little drought), di sepanjang tahun air sangat kotor menjadi penyakit (too dirty desease).

Mengutip Prof. M.T. Zen, mantan Guru Besar ITB, menekankan manusia harus membuat kontrak ekologis dengan alam, untuk tidak lagi merusak alam, dan harus arif terhadap alam.

Sobirin pun kembali mengungkap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kontrak adalah perjanjian secara tertulis antara dua pihak dalam perdagangan, sewa-menyewa, dan kegiatan lainnya, (2) persetujuan yang bersanksi hukum antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan. Sementara ekologi adalah cabang ilmu mempelajari interaksi antar organisme dengan lingkungan sekitarnya.

Secara harfiah, maka arti kontrak ekologis adalah perjanjian bersifat ekologis yang bersanksi hukum antara manusia dan alam. Bila manusia mengintervensi alam dengan tidak berwawasan lingkungan, maka dampaknya adalah bencana.

“Demikian sekedar saling mengingatkan untuk kehidupan yang lebih baik. Selamat memperingati Hari Hutan Sedunia 21 Maret, Hari Air Sedunia 22 Maret, dan Hari Meteorologi Sedunia 23 Maret, dan lanjut pada 22 April ada peringatan Hari Bumi. Sepatutnya bukan sekedar budaya seremonial, pidato, seminar, lomba gambar, tanam pohon, makan minum, terus bubar begitu saja. Akan tetapi peringatan yang berprogram dan berbobot dengan tindak nyata, sambil dipantau dan dievaluasi. Kontrak Ekologis kita dengan alam, sudahkah kita melaksanakan kontrak atau sudah sepantasnya kita mendapat sanksi dari alam,” tuturnya.(*)

No Comment

No Comments

Post a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.