Untuk diketahui, wilayah Cimenyan merupakan salah satu titik lahan kritis di wilayah hulu Sub DAS Citarum. Sektor 22 sendiri sudah sering membuat LRB di tanah datar maupun tanah dengan kemiringan.
Komandan Sektor 22 Kolonel Infanteri Eppy Gustiawan melalui Dan subsektor 17, Serka Suyanto mengatakan, jika kemarau panjang, masyarakat kerap kekurangan air. Pasalnya lahan di sana mayoritas ditanami tanaman semusim dan adanya alih fungsi lahan. Ketika hujan turun, air larinya ke sungai tidak meresap ke tanah dengan baik.
“Dengan biopori ini setidaknya air dapat meresap ke dalam tanah dengan baik. Selain itu juga bisa menjadi cadangan air kelak jika musim kemarau datang,” ujar Suyanto, Minggu (14/3/2021).
Diakui dia, sebelumnya mereka menggunakan alat pembuat LRB secara manual. Namun baru Sabtu (13/3/2021) kemarin mereka menggunakan mesin pembuat LRB dari Kodam III Siliwangi.
“Sekarang pembuatan LRB lebih cepat. Kemarin saja kami sudah membuat 80 LRB di lahan milik warga,” ucap dia.
Dikatakan Suyanto, pembuatan LRB bukan hal yang asing bagi Sektor 22. Pihaknya sempat membuat LRB dengan diameter seluas drum sehingga disebut drum biopori. Selebihnya, pembuatan LRB menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh Sektor 22 bersama Forum Kecamatan Cimenyan dan pemerintah daerah setempat.
“Alhamdulillah banyak dukungan karena semua untuk masyarakat juga. Masyarakat memberikan kami izin untuk membuat LRB di lahan mereka karena semakin banyak lubang biopori maka semain banyak air yang meresap ke dalam tanah,” tutur dia.
Terkait dengan pemulihan lahan kritis, tambah dia, hal itu merupakan kewenangan bersama. Bukan hanya tigas Satgas semata, melainkan menjadi tanggung jawab semua pihak mulai dari perangkat desa, pemerintah daerah dan juga masyarakat sendiri.
“Biopori hanya sebagian kecil dari upaya kami dalam memulihkan lahan di sini,” ucapnya.(*)
No Comment