Dikutip dari pikiran-rakyat.com, sejumlah warga di Kecamatan Cipeundeuy dan Cikalongwetan, mengolah gulma tersebut menjadi berbagai produk kerajinan anyaman nan cantik. Produk usaha kreatif warga itu bahkan tembus ke pasar dunia.
Lutfah, 23 tahun terus mengamati tumpukan keranjang anyaman eceng gondok yang menumpuk di galeri Cirata Eceng Craft (Ciecra) di Desa/Kecamatan Cipeundeuy, KBB pada Minggu, 14 November 2021.
“Ini berapa?”? tanya perempuan asal Kampung Cikirayhilir, Desa Nanggeleng, Kecamatan Cipeundeuy tersebut sembari menunjuk sebuah keranjang.
Duduy Abdullah, 62 tahun, pemilik galeri segera menjawabnya, Rp50.000.
Tak hanya keranjang, berbagai produk anyaman eceng gondok lain juga dipajang di tempat itu, seperti tikar bundar, hiasan dinding, tas, kursi, pot. Duduy mengungkapkan, tumpukan keranjang di galeri Ciecra bakal dikirim ke Yogyakarta untuk diimpor ke Amerika Serikat.
“Sebulan,1500 keranjang,” kata Duduy terkait jumlah keranjang yang diimpor itu. Tak hanya memproduksi sendiri, Duduy juga melibatkan warga dari 10 desa di wilayah Kecamatan Cipeundeuy dan Cikalongwetan.
Ada 11 titik (perajin anyaman eceng gondok) di 10 desa,” tuturnya. Sebelum membuat berbagai anyaman, warga dilatih dulu oleh Duduy dan istrinya. Untuk bahan baku, ia juga memperolehnya dari warga yang mengambil dari Waduk PLTA Cirata.
Jika bahan baku sedikit, ia bisa mengambilnya dari Yogyakarta atau Demak. Kini, usahanya yang merupakan binaan UP Cirata PT PJB semakin berkembang.
Selain merambah pasar mancanegara, sejumlah reseller atau pembeli yang menjual ulang produknya juga menjajakan kerajinan Ciecra di lapak-lapak dalam jaringan (daring) atau media sosial.
Lalu bagaimana mulanya Duduy punya keterampilan mengolah gulma menjadi barang-barang bernilai guna itu? Ia memulai usaha kerajinan itu sejak 2014. Awalnya, Duduy menjadi peserta yang mengikuti Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) menyambangi pameran di Tasikmalaya. Dari sana, ia mulai tertarik mengolah gulma tersebut menjadi berbagai kerajinan.
Duduy akhirnya diberikan tempat dan memperoleh pasokan eceng gondok dari badan pengelola bendungan PLTA kal mengolah dan menganyamnya.
Rizki Hasan, 21 tahun, putra Duduy dalam wawancara sebelumnya menyatakan, ayahnya mengembangkan bermacam-macam produk berbahan baku gulma itu berupa kursi, tas, dompet, pot bunga, wadah tisu dan hiasan dinding. Tak cuma melibatkan ibu-ibu di wilayah Cipeundeuy, Duduy juga melatih warga Palumbon, Purwakarta.
Pesanan pun terus mengalir dari pelaku usaha kreatif dari Kota Bandung, Tasikmalaya. Pernah suatu kali, Ciecra mendapat pesanan dari Majalengka berupa satu kontainer hiasan dinding.
“Yang sering dipesan tempat duduk, karpet,” ujarnya mengenai produk yang diminati di masa pandemi Covid-19. Untuk pengerjaan dilakukan dengan menganyam batang eceng gondok kering hasil penjemuran. Selepas penganyaman, pembersihan dilakukan disusul dengan pengecatan menggunakan pernis sehingga hasil kerajinan mengilap.
Apabila dibuat tas, anyaman tersebut juga diberi resleting. Sedangkan ukuran batang gulma yang dipakai untuk bahan kerajinan tersebut sekitar satu meter. Proses panjang pun mesti dilalui kala eceng gondok saat pengeringan. Pasalnya, tahapan tersebut bergantung pada panas cahaya matahari. Belum lagi, durasi penjemuran di darat yang makan waktu satu bulan. Di musim hujan, Duduy mengakui, proses pengeringan menjadi lebih sulit lagi.
Meski demikian, jerih payahnya membangun usaha dan melatih warga membuat kerajinan kreatif anyaman gulma itu menjadi ladang rezeki masyarakat. Dan penanggulangan menjamurnya eceng gondok yang menjadi masalah rutin Sungai Citarum dan bendungan-bendungannya pun dilakukan dengan cara kreatif dan menguntungkan perekonomian warga.*
Jumlah Pengunjung:4,689
1 Comment
1Comment
Paul Anto
Apakah ada nomor kontak Pak Duduy? Mohon infonya.
Terimakasih.
Paul Anto
Apakah ada nomor kontak Pak Duduy? Mohon infonya.
Terimakasih.