Blog

Aplikasi Paman Beruang Juara Datathon 2022

KOTA BANDUNG – Tiga pemenang Datathon 2022 yang digelar pada 16 Oktober-7 November 2022 telah diumumkan di acara Bandung Connecticity 2.0, Jumat 16 Desember 2022.

Juara 1 diraih tim Luthfia dan kawan-kawan. Mereka mengusung aplikasi bernama Paman Beruang (Pisahkan, Manfaatkan sehingga Lingkungan Menjadi Bersih dan Menghasilkan Uang).

Sesuai dengan namanya, Paman Beruang ingin menumbuhkan kesan menyenangkan dan menguntungkan dalam mengolah sampah.

“Dari penyaluran sampah organik itu, para ibu rumah tangga bisa mendapatkan poin reward yang nantinya ditukar jadi produk hasil pengolahan sampah organik, seperti pupuk, telur, dan sayuran,” kata Luthfia.

Meski memang konsep aplikasi ini baru sampai prototipe, tapi yang melatarbelakangi ide ini merupakan keresahan dari masyarakat dan pemerintah.

Dari berat sampah yang disetorkan, harus dikonversikan dulu ke rupiah. Namun, tidak dalam bentuk uang. Nantinya hasil konversi rupiah itu disetarakan dengan barang lain yang bermanfaat untuk masyarakat.

“Dari banyaknya sampah yang menumpuk, sebagian besarnya merupakan sampah organik. Sehingga memang tujuan kita mengurangi sampah organik yang dibuang ke TPA. Jadi kita menjembatani keresahan pemerintah dan warga,”ucapnya.

“Bank sampah anorganik itu sudah banyak. Sedangkan bank sampah organik itu masih belum ada yang memikirkan. Kita mencoba cari solusi untuk masyarakat mengolah sampah organik,”ujarnya.

Berhasil menyabet Juara 1, Luthfia dan timnya mendapatkan hadiah sebesar Rp10 juta.

Serupa dengan topik tim Luthfia, peraih peringkat 2 yaitu Bisma Toriq dan kawan-kawan juga mengusung topik mengenai sampah. Bedanya, mereka fokus pada sampah anorganik.

Mencanangkan aplikasi bernama Barasa (Bersihkan Sampah dari Sumbernya), ia berharap bisa membantu menyelesaikan masalah sampah yang ada di Kota Bandung dari sumbernya.

“Kita awalnya bergerak dari data. Di Kota Bandung, 60 persen sampah berasal dari rumah tangga. Sekitat 44 persennya adalah sampah organik yang gampang membusuk,” ujar Bisma.

Sehingga hal pertama yang mereka lakukan adalah mengubah perilaku masyarakat dari yang belum memilah sampah menjadi memilah.

Sasaran untuk proyek tersebut adalah warga, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan pemerintah. Dengan menggunakan aplikasi ini, warga akan dimudahkan dalam pemilahan dan edukasi.

“Dari sisi ekonomisnya juga ada. Bisa menukar dari sampah menjadi bahan pangan,”tuturnya.

Menurutnya, TPST di Kota Bandung belum efektif mengolah sampah yang ada. Misalnya, dari 1.000 sampah yang diterima, baru diolah 600 sampah.

“Pendataannya juga masih manual dan disetornya per bulan. Bisa input datanya dan bisa dipantau secara real time. Effort mereka juga menjadi lebih ringan,”katanya.

Hal ini telah diuji coba di RW 07 Sarijadi selama sebulan terakhir. Menurutnya, kultur pemilahan sampah di sana sudah terbentuk dengan baik.

“Kita ingin memudahkan dan mendigitalisasi proses yang ada di sana. Pengangkutannya terjadwal. User hanya buka aplikasi untuk melihat status mereka, jadwal pengambilan, dan produk yang bisa mereka dapatkan dari pengumpulan sampah,” jelasnya.

Ia berharap, dengan aplikasi Barasa bisa membantu pemerintah memangkas subsidi.

“Kita mau coba membantu pemerintah untuk memangkas subsidi yang awalnya untuk sampah mungkin bisa dialokasikan ke yang lain,”ucapnya.

Selain itu, warga dan TPST juga bisa lebih mandiri dan bisa membentuk sirkular ekonomi di daerah sana.

Sedangkan peraih peringkat 3, Alghif dan kawan-kawan mengusung topik yang berbeda, yakni suplai pangan.

“Mungkin karena kami di tim suplai pangan apa, sehingga pendekatannya berbeda. Pendekatan kami berbasis kolaborasi sistem, sehingga saling menguatkan satu sama lain,”kata Alghif.

Selain itu, pendekatan lainnya adalah rumah tangga. Menurutnya, setiap warga memiliki hak dan kewajiban yang sama. Hasil temuan ia dan timnya, warga di Cilengkrang, Ujungberung sebenarnya memiliki minat untuk bercocok tanam. Namun, terbentur dengan berbagai kendala.

“Pertama, tidak ada lahan. Kedua, warga tidak memiliki pengetahuan tentang cara menanam. Ketiga, tidak memiliki bibit,” ucapnya.

Sehingga melalui program ini, ia bekerja sama dengan dinas terkait, yakni Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Bandung. Ia menambahkan, dengan pelatihan dari DKPP, warga bisa mulai menanam di polibag terlebih dahulu.

“Harapannya semoga ini bisa segera terealisasi dalam waktu dekat. Bisa audiensi dengan dinas terkait, sehingga bisa bermanfaat untuk seluruh warga. Kita juga konsultasi dengan akademisi lain,”ucapnya.(*)

No Comment

No Comments

Post a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.