Blog

Bahaya Mengubur Sampah Plastik dan Kaleng Bekas

Mengubur sampah ternyata bukan solusi terbaik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan sampah yang dibuang dan ditimbun di tanah akan mengalami proses pembusukan atau dekomposisi.

Dikutip dari ekonomi.bisnis.com, Rosa Vivien Ratnawati Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK mengatakan selama terjadi proses pembusukan sampah, dihasilkan air lindi (air sampah). “[Air sampah] apabila tidak diolah dapat mencemari tanah secara langsung,” ujarnya.

Vivien menjelaskan selain mencemari kualitas tanah, air lindi secara langsung juga mencemari kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah. Di mana senyawa organik di dalam air lindi memiliki konsentrasi yang sangat tinggi, hal ini berdampak pada turunnya kadar oksigen terlarut dalam air.

Sehingga air dengan kualitas seperti ini menjadi tidak layak untuk dipergunakan manusia dan dapat mematikan binatang air. Kualitas air akan semakin menurun, bahkan menjadi berbahaya apabila tercemar senyawa logam berat,” tuturnya.

Dia melanjutkan, selain dari air lindi, potensi pencemaran tanah yang lebih berbahaya berasal dari senyawa logam berat yang bersifat racun (toxic) dan penyebab kanker (carsinogen) seperti merkuri, timbal, dan cadmiun.

Sementara dari detikHealth, anjuran mengubur wadah plastik maupun kaleng bisa menimbulkan efek jangka panjang bagi kesehatan.

“Anjuran seperti itu tidak dipikirkan secara komprehensif dampaknya. Untuk sementara waktu kaleng atau plastik ini memang bisa mencegah genangan air, tapi bisa menimbulkan masalah baru lagi,” ujar M Hasbi Aziz, selaku pengamat masalah lingkungan dan perkotaan.

Hasbi menuturkan kaleng-kaleng dan plastik yang ditimbun dalam tanah ini akan sulit sekali terurai, sehingga memicu terjadinya korosif atau karat. Kaleng yang korosif ini akan mengandung beberapa logam berat yang nantinya bisa terbawa ke dalam air tanah.

“Senyawa logam berat seperti magnesium atau kalium dari kaleng yang berkarat tersebut akan turun ke tanah, tergerus oleh air dan mencemari air tanah. Padahal air tanah yang paling banyak digunakan oleh masyarakat adalah air tanah permukaan dan bukan air tanah dalam,” ungkapnya.

Seperti diketahui bahwa logam-logam berat seperti magnesium atau kalium yang berasal dari kaleng berkarat tersebut umumnya tidak bisa dicerna oleh tubuh dan akan tertimbun, seperti halnya kalium yang bisa mengendap di tulang.

Hasbi menjelaskan ketika kaleng-kaleng tersebut ditimbun di dalam tanah, maka ia akan bersentuhan dengan kandungan asam yang terdapat di tanah. Asam-asam tersebut akan bereaksi dengan kaleng dan menimbulkan karat.

Untuk kaleng yang terbuat dari alumunium mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berkarat. Tapi jika kaleng yang biasa, maka waktunya sangat cepat bahkan dalam waktu satu hari kaleng tersebut sudah berkarat.

Lalu bagaimana mengatasi masalah sampah kaleng dan palstik bekas?

Menurut Hasbi cara yang bijak adalah dengan mengumpulkan ke satu tempat lalu diolah. Sekedar informasi, pemulung sampah biasanya sangat senang jika diberikan kaleng-kaleng bekas karena bisa dijual lagi.

“Kalau di negara-negara lain biasanya kaleng-kaleng tersebut dikumpulkan lalu diolah atau didaur ulang kembali, sehingga tidak menimbulkan masalah baru lagi. Untuk itu harus ada kajian lagi apakah tindakan tersebut efektif atau tidak,” ujar Hasbi.

Di Kota Bandung, dikutip dari iNews.id, terdapat perajin miniatur sepeda motor dari limbah kaleng, Ade Syaripudin yang menggarap produk kerajinannya di Sasakgantung, Bandung.

Pria tersebut memanfaatkan limbah kaleng, plastik dan elektronik di sekitar permukimannya untuk dijadikan kerajinan miniatur sepeda motor dan robot yang dijual dengan harga Rp15.000 hingga Rp150.000. (*)

No Comment

No Comments

Post a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.