Kampung Adat Mahmud, Kampung Adat di DAS Citarum
Setiap tanggal 9 Agustus diperingati sebagai Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia. Hal itu berdasar pada keputusan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 23 Desember 1994.
Dikutip dari detik.com, situs resmi PBB menuliskan bahwa masyarakat adat adalah pewaris dan praktisi budaya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan. Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat adat umumnya lebih luas dan lebih berkarakter karena ditentukan oleh keadaan lingkungan tempat tinggal.
PBB juga mendata, diperkirakan ada 476 juta masyarakat adat di dunia yang tinggal di 90 negara. Mereka membentuk kurang dari 5 persen dari populasi dunia, tetapi menyumbang 15 persen dari yang termiskin. Sebagian dari masyarakat adat dari 5.000 budaya yang berbeda menyumbang sekitar 7.000 bahasa di dunia.
Berbicara masyarakat adat, ternyata di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdapat masyakarat adat yang tinggal di Kampung Adat Mahmud, di Kabupaten Bandung.
Dikutip dari Wikipedia, Kampung Mahmud merupakan salah satu kampung adat yang terdapat di Kabupaten Bandung. Terletak di RW 04 Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung bagian selatan. Jaraknya kira-kira 6 km dari Soreang sebagai ibu kota kabupaten.
Kondisi alamnya cukup indah berada di pinggir Sungai Citarum dan dikelilingi oleh hamparan sawah yang luas. Jumlah penduduknya kira-kira ada 1200 orang yang terbagi ke dalam 1 RW dan 4 RT.
Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat di Kampung Mahmud bekerja sebagai petani, pedagang, sopir dan pegawai negeri atau swasta. Kampung adat ini memiliki ciri khas dalam tata cara berkehidupan yang berpedoman pada agama yang sangat kuat.
Kata Mahmud berasal dari bahasa Arab yaitu Mahmuudah yang memiliki arti puji. Kata puji tidak memiliki arti yang sama dengan terpuji, tetapi memiliki artireueus (bangga) atau deudeuh (kasih sayang penuh dengan penuh rasa ikhlas).
Masih dari Wikipedia, masayarakat yang bertempat tinggal di Kampung Mahmud memiliki adat istiadat dalam membangun rumah yang berbeda dengan daerah lain di sekitarnya.
Struktur tanah yang ada di Kampung Mahmud bentuknya seperti endapan rawa dari sungai Citarum yang berada di sekelilingnya. Sehingga sangat tidak diperbolehkan membangun rumah secara permanen, karena dengan kondisi tanah yang tidak memungkinkan apabila dipaksakan akan mendatangkan petaka.
Pemukiman masyarakat merupakan kumpulan rumah panggung yang berkelompok dalam satu wilayah dan memanfaatkan bahan bangunan dari kayu maupun bambu untuk bilik. Pemilihan kayu sebagai bahan bangunan karena berkaitan dengan kekuatan dan kepercayaan bahwa sebuah kayu akan memberikan kekuatan magis atau ajaib.
Tetapi bagi kebanyakan masyarakat, hal itu bukan menjadi kendala, tetap saja dapat membangun rumah dengan bahan dari albasiah (tanpa ada kayu yang mengandung magis). Alasan tersebut bisa ditangani dengan tawasul atau memanjatkan doa pada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada umumnya, rumah di daerah Kampung Mahmud berbentuk memanjang atau memiliki atap yang panjang dan sering disebut rumah berbentuk persegi panjang. Hal ini bertujuan untuk menampung jumlah anggota keluarga yang banyak.
Apabila dilihat dari luas bangunan, rumah di daerah Kampung Mahmud rata-rata berukuran sangat besar, yaitu dengan rata-rata 4×8 meter sampai yang berukuran 10×20 meter berikut halaman rumah yang cukup luas.
Dahulu, kawasan kampung Mahmud berupa delta yang terletak di belokan Sungai Citarum. Delta yang dimaksud berupa rawa yang labil dengan letak tanah lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah sekitarnya.
Sungai Citarum kemudian diluruskan dengan cara membangun saluran menuju sungai Citarum baru dan menimbun sungai Citarum yang lama terletak di depan kawasan Kampung Mahmud.
Rumah penduduk dibuat secara berkelompok dan berada di bagian selatan sungai Citarum baru. Selain rumah penduduk ada juga sekolah, masjid, balai, kamar mandi cuci kakus, pekuburan, kebun dan jalan raya. Semuanya membentuk kesatuan pola pemukiman yang sangan fungsional untuk penghuninya.
Rumah penduduk adalah unsur yang sangat dominan dalam perkampungan. Rumah terletak secara berkelompok, tidak ada aturan tentang arah rumah.
Rumah penduduk dibedakan menjadi tiga kategori yaitu rumah asli sebagai kategori pertama yang terdiri dari rumah berbentuk panggung dengan bahan bangunan utama berasal dari bambu, dinding terbuat dari bilik, jendela kayu, dan lantai palupuh.
Kategori kedua rumah asli dengan sentuhan modifikasi (lantai berbahan papan), dan rumah permanen sebagai kategori ketiga. Bangunan rumah di Kampung Mahmud memiliki ciri khas berbentuk huruf L dengan sumur tradisional sebagai pelengkap.
Membuat sumur pada akhirnya dapat dilaksanakan, karena Sungai Citarum dewasa ini sudah dicemari oleh limbah. Sumur yang dibuat di samping atau di belakang rumah dengan pengamanan pagar yang terbuat dari bambu.
Sementara itu dikutip dari akun instagram resmi Dinas Lingkungan Hidup Jabar, melalui Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, masyarakat secara global diingatkan kembali untuk merefleksi peningkatan kesadaran dan melindungi hak-hak masyarakat adat dunia.
Umumnya masyarakat adat tidak pernah lepas dari kawasan adat baik berupa hutan ataupun laut. Hal ini kemudian menimbulkan mutualisme antar masyarakat adat dengan lingkungan hidup. Masyarakat adat yang telah lama tinggal di daerah sekitar kawasan hutan selalu berusaha menjaga kelestarian hutan dengan prinsip kearifan lokal.
Di dunia dengan banyak kerusakan lingkungan, berbagai masyarakat adat sedunia senantiasa menjaga kelestarian lingkungan di sekitar mereka. Melindungi hak-hak masyarakat adat juga berarti melindungi kelestarian alam untuk masa depan.(*)
No Comment