Hadir menerima tamu yaitu Ketua Harian Satgas Citarum Dedi Kusnadi Thamim dan Kordinator Harian Sekretariat Satgas Citarum Eko Priastono. Saat itu rombongan dipimpin oleh Danrem 101/Ant Brigjen TNI Firmansyah dan juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provindi Kalsel Hanifah Dwi Nirwana.
Dalam pertemuan tersebut tim tamu tengah melakukan studi banding mengenai penanganan Sungai Citarum untuk bias diterapkan pada penanganan Sungai Martapura.
Pada pertemuan tersebut, Dedi memaparkan, Sungai Citarum terbentang sepanjang 297 km melintasi 13 kabupaten/kota di Jawa Barat dengan total jumlah penduduk di sekitar DAS Citarum adalah ± 18 juta jiwa. Selain menjadi sumber air baku di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, Sungai Citarum juga menjadi sumber air irigasi untuk ratusan hektar sawah serta pembangkit listrik untuk Pulau Jawa dan Bali.
“Permasalahan di DAS Citarum pada dasarnya diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang menyebabkan meningkatnya eksploitasi ruang dan sumber daya air. Pencemaran di DAS Citarum disebabkan oleh tingginya sedimen, pencemaran dari limbah industri, peternakan, pertanian, perikanan, air limbah domestik, dan persampahan. Sementara kerusakan yang terjadi di DAS Citarum berupa terbentuknya lahan kritis dan kurangnya ketersediaan infrastruktur sumber daya air sebagai penyuplai air baku baik untuk keperluan domestik, irigasi, industri, dan lain-lain,”tuturnya.
Perjalanan penanganan Citarum sendiri hingga Citarum Harum sempat melakoni Citarum Bergetar, ICWRMIP, dan Citarum Bestari. Program Citarum Harum sendiri lahir atas hadirnya penguatan Perpres 15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum. Dalam perpres tersebut jelas disebutkan peranan pemerintah pusat hingga daerah dan juga keterlibatan TNI dan Polri dalam menanganai Citarum dari hulu hingga hilir.
“Selain itu adanya kolaborasi pentahelix yang melibatkan masyarakat, swasta, akademisi dan juga media,”tuturnya.
Dedi menututkan, Ultimate Goal sebagai indikator dan target keberhasilan utama dari pelaksanaan Renaksi PPK DAS Citarum adalah Mutu Air Kelas II, setara dengan nilai Indeks Kualitas Air (IKA) sebesar 60 poin, yang ditargetkan tercapai pada akhir periode perencanaan pada tahun 2025. Kondisi awal Sungai Citarum pada tahun 2018 adalah cemar berat setara IKA 33,43 poin dan pada tahun 2020, kondisi Sungai Citarum mengalami perbaikan kualitas mencapai 55 poin (cemar ringan), kendatipun terdapat sebagian lokasi di anak-anak sungai DAS Citarum masih memiliki kondisi cemar berat dan cemar sedang,”ujarnya.
Adapun strateginya, meningkatkan ketersediaan pranata pencegahan pencemaran, melalui penetapan daya tampung beban pencemaran dan mutu air sasaran, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Menurunkan beban pencemaran, melalui pengelolaan limbah domestik, limbah industri, limbah peternakan, limbah perikanan, dan persampahan. Menurunkan risiko bencana, melalui penanganan lahan kritis, pengelolaan sumber daya air, serta pemanfaatan untuk pariwisata dan penyediaan air baku.
“Lainnya, melakukan pembinaan penerapan teknologi bersih melalui edukasi, sosialialisasi dan pelibatan masyarakat, serta meningkatkan riset dan pengembangan. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui pengentasan kemiskinan, peningkatan lapangan kerja, dan peningkatan perekonomian masyarakat. Meningkatkan informasi peringatan pencemaran dan kerusakan kepada masyarakat. Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum serta penertiban pemanfaatan ruang. Melaksanakan rehabilitasi dan restorasi,”ucapnya.
Rencana strategis penanganan Citarum tersebut disusun dalam sebuah rencana aksi atau Renaksi Citarum.
Dedi mengatakan, pihaknya yakin Pemerintah Kalsel dapat menerapkan apa yang telah dilakukan Jabar dalam menangani Citarum. Pasalnya masalah di DAS Martapura Kalsel tidak sekompleks di DAS Citarum. Danrem 101 Brigjen Firmansyah mengatakan, paparan Satgas Citarum akan menjadi inspirasi pihaknya dalam mengatasi Sungai Martapura.
“Ini inpirasi buat kami untuk melangkah lebih jauh. Menarik, banyak catatan yang bias kita atur secara langsung, Ada yang kami bisa sesuaikan nyata di Kalsel,”ucapnya.
Diakui dia terdapat perbedaan mencolok antara Citarum dan Martapura. Di sana, sungai masih digunakan untuk kegiatan niaga dan juga lalu lintas air. Namun di sisi lain masih banyak warga yang menjadikan sungai sebagai MCK.
“Tapi apa yang disampaikan ketuan harian sungguh merupakan wawasan bagi kami untuk bertindak,”ucapnya. (*)
No Comment